adab murid dan guru

Untuk menjaga
hubungan yang begitu
penting antara seorang
murid dan mursyidnya
(kekasih Allah), maka
seorang murid harus
memiliki kriteria-kriteria
dan adab-adab serta tata
krama seperti yang
disebutkan oleh Syaikh
Ahmad Al-
Khomisykhanawiy, yaitu
sebagai berikut;
1. Setelah yakin dan
mantap dengan seorang
syaikh (mursyid), dia
segera mendatanginya
seraya berkata: ”Aku
datang ke hadapan tuan
agar dapat ma’rifat
(mengenal ) Allah SWT..
”setelah diterima oleh
sang mursyid, hendaknya
ia berkhidmah dengan
penuh kecondongan dan
penuh kecintaan agar
dapat memperoleh
penerimaan di hatinya
dengan sempurna.
2 Tidak membebani
orang lain untuk
menyampaikan salam
kepada mursyidnya,
karena hal seperti itu
tidak sopan.
3. Tidak berwudlu di
tempat yang bisa dilihat
oleh mursyidnya, tidak
meludah dan membuang
ingus di majlisnya dan
tidak melakukan sholat
sunnah di hadapannya.
4. Bersegera melakukan
apa yang telah
diperintahkan oleh
mursyidnya dengan
tanpa keengganan,
tanpa menyepelekan dan
tidak berhenti sebelum
urusannyan selesai.
5. Tidak menebak-nebak
di dalam hatinya
terhadap perbuatan-
perbuatan mursyidnya.
Selama mampu dia boleh
menta’wilkannya, namun
jika tidak dia harus
mengakui ketidak
fahamannya.
6. Mau mengungkapkan
kepada mursidnya apa–
apa yang timbul di
hatinya berupa kebaikan
maupun keburukan,
sehingga dia dapat
mengobatinya. Karena
mursyid itu ibarat
dokter, apabila dia
melihat ahwal (keadaan)
muridnya dia akan
segera memperbaikinya
dan menghilangkan
penyakitnya.
7. Ash-Shidqu
(bersungguh–sungguh)
didalam pencarian
ma’rifat-nya, sehingga
segala ujian dan cobaan
tidak mempengaruhinya
dan segala celaan serta
gangguan tidak akan
menghentikannya. Dan
hendaknya kecintaan
yang jujur kepada
mursyidnya melebihi
cintanyan terhadap diri,
harta, dan anaknya,
seraya berkeyakinan
bahwa maksudnya
dengan Allah SWT. tidak
akan kesampaian tanpa
wasilah (perantara)
mursyidnya (kekasih
Allah).
8. Tidak mengikuti segala
apa yang biasa diperbuat
oleh mursyidnya, kecuali
diperintahkan olehnya.
Berbeda dengan
perkataannya, yang
mesti semuanya diikuti.
Karena seorang mursyid
itu terkadang melakukan
sesuatu sesuai dengan
tuntutan tempat dan
keadaannya, yang bisa
jadi hal itu bagi si murid
adalah racun yang
mematikan.
9. Mengamalkan semua
apa yang telah di-talqin-
kan oleh mursyidnya,
berupa dzikir, tawajuh
dan muraqabah. Dan
meninggalkan semua
wirid dari yang lainnya
sekalipun ma’tsur.
Karena firasat seorang
mursyid menetapkan
tertentunya hal itu,
merupakan nur dari Allah
SWT..
10. Merasa bahwa dirinya
lebih hina dari semua
makhluk, dan tidak
melihat bahwa dirinya
memiliki hak atas orang
lain serta berusaha
keluar dari tanggungan
hak–hak pihak lain
dengan menunaikan
kewajibannya. Dan
memutus dari segala
ketergantungannya dari
selain al-maqshud (Allah
SWT.).
11. Tidak meragukan dan
mengkhianati
mursyidnya dalam urusan
apapun. Menghormati
dan mengagungkannya
sedemikian rupa serta
memakmurkan hatinya
dengan dzikir yang telah
ditalqin-kan padanya.
12. Menjadikan segala
keinginannya baik di
dunia maupun di akhirat
tidak lain adalah Dzat
Yang Maha Tunggal,
Allah SWT.. Sebab jika
tidak demikian berarti
dia hanya mengejar
kesempurnaan dirinya
sendiri.
13. Tidak membantah
pembicaraan mursyidnya,
sekalipun menurut
dirinya benar. Bahkan
hendaknya berkeyakinan
bahwa salahnya mursyid
itu lebih kuat (benar)
dari pada apa yang benar
menurut dirinya. Dan
tidak memberi isyarah
(keterangan ) jika tidak
ditanya.
14. Tunduk dan pasrah
terhadap perintah
mursyidnya dan orang-
orang yang
mendahuluinya
berkhidmah, yakni para
khalifah (orang–orang
kepercayaan mursyid)
dari para muridnya,
sekalipun secara
lahiriyyah amal ibadah
mereka lebih sedikit di
banding dengan
ibadahnya.
15. Tidak mengadukan
hajatnya selain pada
mursyidnya. Jika dalam
keadaan darurat
sementara mursyid tidak
ada, maka hendaklah
menyampaikan pada
orang saleh yang dapat
dipercaya, dermawan
dan takwa.
16. Tidak suka marah
kepada siapapun, karena
marah itu dapat
menghilangkan nur
(cahaya) dzikir. Jika
muncul pada dirinya rasa
marah kepada seseorang
hendaknya segera minta
maaf kepadanya. Dan
hendaknya tidak
memandang remah pada
siapapun juga
Sedangkan adab seorang
murid secara khusus
kepada mursyidnya
antara lain sebagai
berikut;
1. Keyakinan seorang
murid hendaknya hanya
kepada seorang
mursyidnya saja. Artinya
ia yakin bahwa segala
apa yang diinginkan dan
dimaksudkan tidak akan
berhasil kecuali dengan
wasilah mursyidnya.
2. Tunduk, pasrah dan
ridlo dengan segala
tindakan mursyidnya.
Dan berkhidmah
kepadanya dengan harta
dan badannya, karena
jauharul mahabbah
(mutiara kecintaan)
tidak akan nampak
kecuali dengan cara ini,
dan kejujuran serta
keikhlasan tidak akan
diketahui kecuali dengan
ukuran timbangan ini.
3. Mengalahkan ikhtiar
dirinya dengan ikhtiar
mursyidnya dalam segala
urusan, yang bersifat
kulliyah (menyeluruh)
atau juz-iyah (bagian-
bagian), yang berupa
ibadah atau kebiasaan.
4. Meninggalkan jauh-
jauh apa yang tidak di
senangi mursyidnya dan
membenci apa yang di
bencinya.
5. Tidak mencoba–coba
mengungkapkan makna
peristiwa- peristiwa dan
mimpi-mimpi, tapi
menyerahkan kepada
mursyidnya. Dan setelah
mengungkapkan hal
tersebut kepadanya, dia
tunggu jawabannya
tanpa tergesa-gesa
menuntutnya. Dan kalau
ditanya segera
menjawabnya.
6. Memelankan suara
ketika berada di majlis
sang musyid, karena
mengeraskan suara di
majlis orang–orang besar
termasuk su’ul adab
(perilaku yang buruk) .
Dan tidak berpanjang
lebar ketika berbicara,
memberikan jawaban
atau bertanya
kepadanya. Karena hal
tersebut akan dapat
menghilangkan rasa
segan terhadap
mursyidnya, yang
menjadikan bisa terhijab
(terhalang) dari
kebenaran.
7. Mengetahui waktu–
waktu untuk berbicara
dengan mursyidnya,
sehingga tidak berbicara
dengannya kecuali pada
waktu-waktu luangnya
dan dengan sopan,
tunduk dan khusuk tanpa
melebihi batas
kebutuhannya, sambil
memperhatikan dengan
sungguh-sungguh
jawaban–jawaban yang
diberikannya.
8. Menyembunyikan
semua yang telah
dianugerahkan oleh Allh
SWT kepadanya melalui
mursyidnya, yang berupa
keadaan dan peristiwa–
peristiwa tertentu
ataupun karomah-
karomah dan anugerah
lainnya.
9. Tidak menukil
keterangan–keterangan
mursyidnya untuk
disampaikan kepada
orang lain, kecuali
sebatas apa yang dapat
mereka fahami dan
mereka pikirkan.