syech naqsabandi

Syekh Bahauddin
Muhammad bin
Muhammad bin
Muhammad Asy Syarif Al
Husaini Al Hasani Al
Uwaisi Al Bukhari QS
(Syech Naqsyabandy)
Kidung subuh sang
merpati hutan, haru
sendu membirukan
Air mataku
membangunkan lelapnya,
tidurku pun tergugah
tangisnya
Tak saling kami
mengerti, tatkala saling
mengeluhkan
Tetapi ku tahu duka
hatinya dan dukaku pun
telah dipahaminya
Abul-Hasan an-Nuri
Syaikh Bahauddin
Muhammad bin
Muhammad bin
Muhammad Asy Syarif Al
Husaini Al Hasani Al
Uwaisi Al Bukhari QS
(Syech Naqsyabandy)
Dilahirkan di Qashrul
‘Arifan, Bukhara,
Uzbekistan tanggal 15
Muharram tahun tahun
717 H atau tahun 1317 M.
Syekh Naqsyabandi lahir
dari lingkungan keluarga
sosial yang baik dan
kelahirannya disertai
oleh kejadian yang aneh.
Menurut satu riwayat,
jauh sebelum tiba waktu
kelahirannya sudah ada
tanda- tanda aneh yaitu
bau harum semerbak di
desa kelahirannya itu.
Bau harum itu tercium
ketika rombongan Syekh
Muhammad Baba As
Samasi q.s. (silsilah ke-
13), seorang wali besar
dari Sammas (sekitar 4
km dari Bukharah),
bersama pengikutnya
melewati desa tersebut.
Ketika itu As Samasi
berkata, “Bau harum
yang kita cium sekarang
ini datang dari seorang
laki- laki yang akan lahir
di desa ini”. Sekitar tiga
hari sebelum
Naqsyabandi lahir, wali
besar ini kembali
menegaskan bahwa bau
harum itu semakin
semerbak.
Setelah Naqsyabandi
lahir, dia segera dibawa
oleh ayahnya kepada
Syekh Muhammad Baba
As Samasi yang
menerimanya dengan
gembira. As Samasi
berkata, “Ini adalah
anakku, dan menjadi
saksilah kamu bahwa aku
menerimanya”.
Naqsyabandirajin
menuntut ilmu dan
dengan senang hati
menekuni tasawuf. Dia
belajar tasawuf kepada
Muhammad Baba as
Samasi ketika beliau
berusia 18 tahun. Untuk
itu beliau bermukim di
Sammas dan belajar di
situ sampai gurunya
(Syekh As Samasi) wafat.
Sebelum Syekh As Samasi
wafat, beliau
mengangkat
Naqsyabandi sebagai
khalifahnya. Setelah
gurunya wafat, dia pergi
ke Samarkand, kemudian
pulang ke Bukhara,
setelah itu pulang ke
desa tempat
kelahirannya. Setelah
belajar dengan Syekh
Baba As Samasi (silsilah
ke 13), Naqsyabandi
belajar ilmu tarikat
kepada seorang wali
quthub di Nasyaf, yaitu
Syekh As Sayyid Amir
Kulal q.s. (silsilah ke- 14).
Syekh Naqsyabandi
pernah bertemu secara
rohani dengan Syekh
Abdul Khaliq Fadjuani
dan di ajarkan zikir khafi
serta suluk, Sejak masa
Syaikh Arif Ar Riwikari
sampai Syekh Amir Kulal
zikir/tawajuh bersama
dilakukan secara zahar
akan tetapi kalau zikir
sendiri secara khafi,
Syekh Naqsyabandi tidak
pernah ikut ertawajuh
dengan Syekh Amir Kullal
yang zikir bersama
secara zahar, hal ini
menimbulkan prasangka
buruk pada murid murid
gurunya yang tidak
mengerti duduk
persoalan. Akan tetapi
Syekh Amir Kullal justru
bertambah sayang dan
cinta kepada Syekh
Naqsyabandi. Suatu hari
Syekh Bahauddin di
panggil oleh Gurunya dan
berkata,“ Duuh putraku
Bahauddin, kebetulan
sekali pada waktu ini
saudara saudara kita
terutama para
Khalifahku sedang
berkumpul, aku akan
berkata kepadamu,
supaya disaksikan oleh
para hadirin: Bahauddin!
Supaya engkau tahu,
bersamaan hidmahmu
disini, Alhamdulillah aku
telah melaksanakan
wasiat guruku
alhmarhum Syekh
Muhammad Baba (lalu
Syekh Amir Kullal
memberi isyarat pada
susunya), dan berkata
kepadanya: Engkau telah
meneteki susu
pendidikanku ini sampai
kering, tetapi wadahmu
terlalu besar dan
persiapanmu sangat
kuat, maka itu aku telah
mengizinkan kepadamu
supaya meninggalkan
tempat ini untuk mencari
beberapaguru supaya
kamu menambah
beberapa faedah yang
perlu dari mereka dan
faidan nur (Keluberan
Nur Ilahi) yang selaras
dengan cita citamu yang
agung itu. Aku hanya
bisa memberi ancar
ancar carilah guru dari
tanah Tajik dan dari
tanah Turki”.
Setelah meminta izin dari
SyekhAmir Kulal
selanjutnya Syekh
Naqsyabandi berguru
kepada Syekh ‘Arifuddin
Karoni selama tujuh
tahun, kemudian berguru
kepada Maulana Qatsam
selama dua tahun
terkahir kepada Syekh
Darwisy Khalil dari Turki
selama dua belas tahun.
Syekh Naqsyabandi telah
melaksanakan titah
gurunya (Syekh Amir
Khulal) demikian juga
fatwa-fatwa dari Syekh
Abdul Khaliq Fadjuani
untuk memperdalam
ilmu-ilmu syariat secara
mendalam sehingga
sempurnalah ilmu yang
Beliau peroleh. Syekh
Bahauddin pernah
menyanjung ilmu
tarekatnya dengan
ucapan “Permulaan
pelajaran Tarikatku
akhir dari pelajaran
semua tarekat”.
Al Qutub, Auliya Allah,
Penasehat Utama Sultan
Khalil di Samarqan,
fatwa-fatwanya menjadi
rujukan Hakim-Hakim
Agung dalam
memutuskan perkara.
Karena kebesaran
namanya, Tarekat yang
di pimpinnya tersebar
dengan cepat dan
termashur serta memiliki
pengikut yang sangat
banyak dan tersebar ke
seluruh dunia.
Beliau meletakkan dasar-
dasarzikir qalbi yang
sirri, zikir batin qalbi
yang tidak berbunyi dan
tidak bergerak, dan
beliau meletakkan
kemurnian ibadat
semata-mata lillahi
ta’ala, tergambar dalam
do’a beliau yang
diajarkan kepada murid-
muridnya “Ilahi anta
makshuudi waridlaaka
mathluubi”. secara murni
meneruskan ibadat
Tratiwatus Sirriyah
zaman Rasulullah,
Thariqatul Ubudiyyah
zaman Abu Bakar Siddiq
dan Thariqatus
Siddiqiyah zaman Salman
al-Farisi. Beliau amat
masyhur dengan
keramat-keramatnya
danmakmur dengan
kekayaannya, lagi
terkenal sebagai wali
akbar dan wali quthub
yang afdal, yang amat
tinggi hakikat dan
marifatnya. Dari murid-
muridnya dahulu sampai
dengan sekarang, banyak
melahirkanwali-wali
besar di Timur maupun di
Barat, sehingga
ajarannya meluas ke
seluruh pelosok dunia.
Beliau pulalah yang
mengatur pelaksanaan
iktikaf atau suluk dari 40
(empat puluh) hari
menjadi 10 (sepuluh)
hari, yang dilaksanakan
secara efisien dan
efektif, dengan disiplin
dan ada suluk yang
teguh. Syekh
Naqsyabandy wafat pada
malam Senin Tanggal 3
Rabi’ul Awal tahun 791 H
dalam usia 74 tahun.
Syekh Naqsyabandi
meninggalkan banyak
penerus, yang paling
terhormat di antara
mereka adalah Syekh
Muhammad bin
Muhammad Alauddin al-
Khwarazmi al-Bukhari al-
Attar q.s dan Syaikh
Muhammad bin
Muhammad bin
Mahmoud al-Hafizi q.s,
yang dikenal sebagai
Muhammad Parsa,
penulis Risalah
Qudsiyyah. Kepada yang
pertamalah Syekh
Naqsyabdi meneruskan
Ilmunya dan menjadi Ahli
Silsilah ke-16